Komisi VIII Ingin Ada Payung Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Komisi VIII DPR RI menginginkan adanya payung hukum tentang tanggung jawab sosial yang dikenakan terhadap perusahaan perusahaan. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau yang sering disebut Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan komitmen dan upaya dunia usaha dalam melaksanakan tanggang jawab social dalam rangka turut membantu penanganan masalah sosial.
“Pentingnya payung hukum penyelenggaran sistem jaminan sosial perusahaan di Indonesia memiliki posisi strategis dalam menata pengelolaan lingkungan sekitar perusahaannya,” kata Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain, saat memimpin Rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT. Pertamina dan PT. HM Sampoerna, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Menurut politisi Partai Kebngkitan Bangsa (PKB) ini, akibat dari kosongnya perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri tentang tanggung jawab perusahaan. Tata kelola bantuan dan tanggung jawab perusahaan hanya bersifat karikatif, sumbangan sukarela dan bukan merupakan tanggung jawab sosial yang dipenuhi oleh perusahaan. Akibanya banyak perusahaan membangun kreteria sendiri, dan mendistribusikan sumbangan tanpa mengacu pada standar ideal yang dikehendaki oleh Negara.
“Ketika belum adanya payung hukum bagi tata kelola tanggung jawab perusahaan berpengaruh langsung kepada kebijakan dan tanggung jawab perusahaan membangun lingkungan sekitar usahanya,” katanya.
Di sinilah UU Tanggung jawab sosial perusahaan menjadi penting dan mendesak, disamping itu dengan UU yang secara khusus mengatur tentang tanggung jawab perusahaan, peluang terjadinya benturan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya bisa dihindarkan.
Selain itu Haramain menjelaskan RDPU Panja Komisi VIII mengenai tanggung jawab sosial dengan PT. Pertamina dan PT. HM Sampoerna bertujuan untuk menggali membahas untuk mencari masukan RUU tentang tanggung jawab sosial perusahaan. RUU ini mendesak dirumuskan agar segera ada panduan prosedur untuk membangun relasi badan perusahaan.
Komisi VIII juga menurut Haramain, telah menerima masukan dari PT. Indofood, Amdul Malik memaparkan, ada beberapa pertanyaan dari Komisi VIII antara lain persentase CSR atau tanggung jawab sosial yang harus dan wajib dikeluarkan oleh perusahaan.
“Ada juga pertanyaan yang terkait perusahaan telah mengeluarkan pajak, apakah CSR itu merupakan bagian dari pajak, atau sebenarnya CSR itu terpisah dari pajak. Kalo terpisah kosekuensinya seperti apa ?,”tanyanya
Selanjutnya, bagaimana sebetulnya prioritas dari CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
Kemudian tambah Haramain, juga ditanyakan bagaimana sinkronisasi koordinasi antara perusahaan baik dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena banyak kecemburuan dan ketersinggungan perusahaan besar tetapi masyarakat sekitar justru tidak mendapatkan manfaat. Memang ada beberapa perusahaan yang sebagai perjanjian dengan yang memberikan ijin pemerintah daerah atau pemerintah pusat tentang kewajiban perusahaan untuk membangun fasilitas umum.
“Intinya kita ingin ada payung hukum tentang tanggung jawab perusahaan itu dikenakan terhadap perusahaan itu,” tegasnya. (as)/foto:kresno/iw.